FGD Evaluasi Skema Sertifikasi SNI Baja Tulangan Beton diselenggarakan pada tanggal 7 Juni 2016 di Hotel Cipta Pancoran, Jakarta. FGD dibuka oleh Kepala Bidang Penerapan, Pemberlakuan dan Kerjasama Standardisasi Industri dan dihadiri oleh Direktorat Industri Logam, Balai Besar Logam dan Mesin Bandung, Balai Sertifikasi Industri, Balai Pengujian Mutu Barang Kemendag, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik, BSN, LSPro Sucofindo, LSPro LUK BPPT, beberapa perusahaan seperti PT. Tunggal Jaya, PT. Hanil Jaya Steel, Cakra Tunggal Steel, PT. Master Steel, PT. Ispat Bukit Jaya, PT. Toyogiri Steel, PT. Sinar Surya Baja Profilindo. FGD dilaksanakan dengan melakukan pembahasan dengan para narasumber, tenaga ahli, meminta masukan dari LSPro, Laboratorium Uji dan Perusahaan produsen baja tulangan beton.
SNI baja tulangan beton diberlakukan secara wajib melalui Peraturan Menteri Perindustrian No.37/M-IND/PER/2/2012 serta Peraturan Direktur Jenderal No.17/ILMTA/PER/7/2008 dan No. 02/BIM/PER/2/2011 (perubahan). Permenperin ini mencakup baja tulangan beton SNI 07-2052-2002, baja tulangan beton dalam bentuk gulungan SNI 07-0954-2005 dan baja tulangan beton hasil canai ulang SNI 07-0065-2002.
Produk yang termasuk lingkup dalam Permenperin merupakan :
a. Baja tulangan beton yang berbentuk batang berpenampang bundar berbentuk polos dan sirip yang digunakan untuk penulangan beton dengan bahan baku billet, dengan cara canai panas, dengan diameter 6 mm sampai dengan 50 mm, dengan kandungan karbon kurang dari 0,6 menurut beratnya.
b. Baja tulangan beton hasil canai ulang yang berbentuk batang berpenampang bundar berbentuk polos yang digunakan untuk penulangan beton, dengan cara canai panas ulang dengan bahan daur ulang, dengan diameter 6 mm sampai dengan 12 mm, dan dengan kandungan karbon kurang dari 0,6% menurut beratnya.
c. Baja tulangan beton dalam bentuk gulungan yang berbentuk batang berpenampang bundar berbentuk polos yang dikemas dalam bentuk gulungan untuk penulangan beton, dengan bahan baku billet dengan cara canai panas ulang serta memiliki diameter 6 mm sampai dengan 16 mm, dan dengan kandungan karbon kurang dari 0,6%.
Sertifikasi dan pengujian produk ini dilakukan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang ditunjuk oleh Menteri Perindustrian yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 42/M-IND/PER/4/2015. Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) terdiri dari Balai Sertifikasi Industri, Pusat Pengujian Mutu Barang, Baristand Surabaya, PT. TUV NORD Indonesia, LUK B2TKS, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T), Sucofindo, MIDC, Baristand Indag Medan, PT. Integrita Global Sertifikasi. Sedangkan laboratorium uji terdiri dari Baristand Surabaya, B4T Bandung, B2TKS – BPPT, B2T - DKI Jakarta, Baristand Medan.
Skema Sertifikasi SNI baja tulangan beton berdasarkan tipe 5 (ISO/IEC 17067). Secara umum, pelaksanaan sertifikasi dilakukan melalui pengujian kesesuaian mutu produk sesuai dengan ketentuan SNI dan audit penerapan sistem manajemen mutu SNI ISO 9001:2008.
Sertifikasi produk merupakan proses penilaian dan pengesahan dari pihak ketiga yang menunjukkan suatu produk dapat memenuhi persyaratan. Sertifikasi produk dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk yang sesuai dengan ISO/IEC 17065. Persyaratan khusus untuk produk terdapat di standar atau peraturan lainnya. Sertifikasi produk adalah kegiatan penilaian kesesuaian yang memberikan kepastian kepada konsumen, regulator, industri atau pihak terkait bahwa produk sesuai dengan persyaratan, misalnya keamanan, kinerja atau ketahanan. Sertifikasi produk dapat memfasilitasi perdagangan, akses pasar, kompetisi yang adil dan penerimaan konsumen di dalam level nasional, regional dan internasional.
Dalam penerapan SNI secara wajib, LSPro melakukan sertifikasi berdasarkan skema sertifikasi yang mengacu pada regulasi yang ada. Kementerian Perindustrian menyiapkan skema sertifikasi untuk setiap SNI yang baru diberlakukan maupun yang sudah berlaku. Skema sertifikasi ini ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal dan menjadi pedoman sertifikasi untuk LSPro. Sebelum ditetapkan oleh pemerintah, masing-masing LSPro tidak mempunyai skema yang seragam sehingga pelaksanaan sertifikasi di lapangan berbeda-beda. Diharapkan dengan adanya fasilitasi pemerintah dalam menetapkan skema sertifikasi, pelaksanaan penerapan SNI wajib dapat berjalan dengan tertib dan adil.
Beberapa hal penting yang dibahas antara lain :
a. Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan group ukuran (1 ukuran mewakili beberapa ukuran dalam 1 grup). Setiap ukuran diatur sedemikian sehingga diambil semua dalam satu siklus sertifikasi. Dengan demikian, merek dan kelas baja tidak saling mewakili. Grouping mengacu pada SNI.
b. Beberapa titik kritis yang menjadi acuan audit yaitu memasukkan billet ke dapur, reheating furnace, roughing mill, intermediate mill, finishing mill, cutting, dan Quality Control. Selain titik kritis, ada juga fasilitas proses produksi yang harus diverifikasi oleh auditor. Kedua hal ini penting karena berkaitan dengan jaminan konsistensi perusahaan menjaga mutu produk.
c. Untuk makloon, penandaan yang diberikan harus mampu telusur, untuk membedakan antara merek di satu perusahaan dengan merek di satu perusahaan lainnya). Kewajiban mampu telusur ada pada produsen/pabrikan (penerima makloon).
d. Jika ada parameter yang tidak lulus, akan dilakukan pengujian ulang pada parameter yang tidak lulus. Apabila tidak tersedia contoh dengan ukuran yang sama, dapat diambil contoh uji ukuran yang lain dari grup yang sama untuk diuji seluruh parameter. Jika hasil uji ulang tidak lulus, maka proses sertifikasi dinyatakan gagal untuk grup yang tidak lulus uji tersebut. Pengajuan kembali dapat dilakukan pada saat surveilan berikutnya.
e. Arsip bukan untuk pengujian ulang melainkan hanya untuk traceability.